-->

Kenangan Berbuka Puasa di Pesantren


Lebih dari sepuluh kali saya merasakan suasana puasa ramadhan di pondok. Ada beberapa ingatan yang mungkin bisa dibagi di sini untuk dikenang.

Yang paling segar dalam ingatan tentang berpuasa saat masih nyantri di pondok tentu adalah tidak enaknya mengantre waktu mengambil makan untuk berbuka puasa. Jika dirimu pernah mondok di kisaran tahun 2003-2013 masih ingat kan, betapa beratnya perjuangan antre ambil makan di bulan suci ini. Dimulai dari berakhirnya Imam shalat magrib memimpin do'a, seketika para jamaah langsung berhamburan keluar dengan lari sekencang-kencangnya sehingga terdengar suara kibasan sarung anak berlarian  dan tepukan sandal-sandal mereka yang tak beraturan. Tak jarang jamaah yang keluar dengan tergesa-gesa itu tak mempedulikan sandal yang dipakainya, bahkan ada juga yang bertelanjang kaki demi mendapatkan antrean pertama. Bahkan anak-anak kamar Sighor sudah menitipkan piring-piring mereka pada dahan jambu depan kantin supaya selepas shalat langsung bisa menyambarnya kemudian segera berdiri dengan tenang dan tegap di antrian depan.

Kita yang merasa sebagai santri katakanlah senior saat itu, agak gengsi untuk terlihat kelaparan sehingga terkesan cuek dengan antre ambil makan, padahal usus di perut rasanya sudah melilit, menggeliat dan menjerit-jerit. Biasanya urusan antre diserahkan ke satu orang, yang lainnya sama nunut piring.

Maka di carilah seorang teman yang sekiranya enggak pemalu, penurut dan tentunya siap menjadi "korban" pengambil nasi. Nasi yang sudah didapat kemudian dibawa beramai-ramai ke warungnya Mujinah ( warung pojok ), yang memiliki anak bernama Yani (konon katanya Shofi dulu, Yani ini akan dinikahkan dengan Haris Mbut). Itu apabila pas keuangan lagi ada kita bisa nongkrong berbuka di warungnya Mujinah, kalau gak ada ya nyamplem, nasi di makan seadanya bersama-sama di tengah lapangan basket.

Nah, setibanya di warung (dulu pergi ke warung ini dikenal dengan istilah "mojok") diguyurlah nasi tersebut dengan sayur dan sambelnya Mujinah plus gorengan, kadang ya pakai telur dadar, kadang ikan pindang, lagi-lagi itu  kalau uangnya ada. Sambil minta es marimas dalam gelas plastik merah, kuning, hijau sebanyak jumlah peserta makan.

Prosesi makan lalu dilanjutkan dengan ngudud Sukun Ekskutif putih bareng-bareng di situ. Kebal-kebul sambil bergurau ngalor-ngidul nikmatnya bukan main, nganti ra iling ndunyo akerat. di kampleng wong yo ra kroso.

Dan acara santap malam ini pun selesai ketika muadzin di masjid mengumandangkan adzan panggilan shalat.

0 Response to "Kenangan Berbuka Puasa di Pesantren"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel