-->

Pondok ASSALAM Bangilan Tuban dan Intensif Kurun Awal


Di penghujung tahun 2003, ada sepenggal kisah yang tak boleh dilupakan oleh kawan-kawan alumni 2007 yang berasal dari kelas Intensif. Itu adalah hari-hari yang berat sekaligus menyenangkan untuk dikenang. (Ingat! Hanya untuk dikenang bukan dijalani). Saat di mana kita masih terlalu polos dalam menjalani kehidupan. Kenapa saya katakan polos? Iya, jujur kalau saat itu kita belum tahu bahwa sekolah aliyah di Assalam itu ternyata 4 tahun, dan kita baru tersadar ketika sudah menjalaninya 6 bulan. Saya masih teringat dengan nama-nama seperti Mukafi ngasem, Wahono bengkulu, Paejok njambangan, Maarif soto, Umam mbahoro, Arif cepu, Sholeh, Maksum tawaran, Fajar, Arifin bulu, Irham( yang mengurus Fadhol kelas 1 karena memiliki kekurangan fisik) dan teman-teman lain yang tak tersebutkan( kalau teman cewek yang keluar, saya gak punya referensinya). Mereka adalah sebagian kawan-kawan yang tidak bisa melanjutkan perjuangan bersama-sama hingga akhir di Assalam. Itulah bukti sahih bahwa bersekolah 4 tahun disaat teman seangkatan di rumah cuma 3 tahun, itu gak mudah. Dan itu pulalah yang menyebabkan mbak ifa ridlwan dkk sempat menangis, menggugat pihak sekolah supaya teman-teman tetap bisa ujian setelah 3 tahun, meski ijazah baru bisa diberikan setahun kemudian. Kita tentunya sudah mengenal abah Moehaimin, sosok kiyai yang punya ideologi kuat. Nek iyo iyo, nek ora ora. Beliau tatkala sudah memprogramkan santri yang masuk Aliyah harus intensif 4 tahun, maka keputusan itu sudah final. Gak ada lagi ruang untuk berijtihad. Mau ikut silahkan, mau keluar monngo. Kamu tidak akan bisa mengubah keputusan yg telah dibuat dengan berlandaskan pada ilham fitry, meskipun kamu sesenggukan mengeluarkan tangisan darah( lebay banget). Di tengah kegalauan yang melanda fikiran teman-teman saat itu, mental kita lagi-lagi harus diuji dengan keputusan sekolah yang menginstruksikan bahwa anak intensif tidak boleh pulang pada saat liburan semester. Di liburan penghujung tahun 2003 itulah, abah merelakan waktu liburnya untuk mendidik dan menggembleng anak-anak intensif. Pagi, sore dan malam setiap hari kita diberi ilmu, gemblengan, gemprongan bahkan pisuhan supaya hati kita mantep, madep, istiqomah, iki ae, ikiyae, kiyai..... Masih ingat nggak dengan pondasi masjid Assalam? Kalianlah mengguruknya ketika murid-murid lain sedang berlibur di rumah. Masih ingat nggak dengan karung-karung berisi tanah pedel penuh yang kalian angkat berpasang-pasang untuk mengguruk pondasi masjid? Suara cikar-cikar yang ditarik sapi berisikan bata, koral, pasir dan tanah itu, masih pulakah kalian mengingatnya? Oh iya hampir lupa, kalian bahkan pernah menangis bersama di satu malam saat liburan itu. Malam takbir lebaran idul adha rupanya ada di deretan 2 minggu liburan yang kalian tak boleh pulang tersebut. Gerbang pondok menjadi saksi, bahwa 12 tahun yang silam terdapat cewek-cewek gak ketulungan yang menangis tersedu-sedu meratap penuh syahdu mendengar lantunan takbir hari raya dari masjid AlFalah. " make.....pake..... Uhk uhk huuuu, aku pingin mulih" Demikian sekelumit cerita yang dapat saya ingat waktu itu. Lho kok gak ada cerita romantisnya? Setelah saya ingat-ingat memang gak ada. Mungkin saya atau teman-teman masih berada pada jalan yang benar, dan belum mendapat godaan syetan alhubbiyah.

3 Responses to "Pondok ASSALAM Bangilan Tuban dan Intensif Kurun Awal"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel