SURAT KEPADA KAWAN
Dear Kawanku Ihsan,
San, sudah lebih dari empat belas tahun kita gak berjumpa. Bagaimana kabarmu di sana, San?
San, walaupun kau pernah bercerita bahwa tempatmu di sana juga di sebuah pedesaan, tapi aku yakin kamu sudah tidak pernah lagi merasakan yang namanya kebanjiran. Iya kan? Aku terkadang merindukan masa-masa seperti dulu saat kita berenang di lokasi banjir. Kita curi batang-batang pisang di ladang orang dan kita susun menjadi gethek untuk dinaiki bersamaan dengan gethek teman-teman yang lain.
San, masih ingat gak kalau anak-anak kecil di sini senang jika banjir tiba dan tak pernah risau bahwa banjir adalah sebuah bencana. San, kita bisa berenang sepanjang hari sekuat tubuh kita menghadapi dinginnya air. Kita gak perlu susah memikirkan pelajaran sekolah waktu itu karena otomatis sekolah diliburkan sampai banjir benar-benar mengering. Belum lupa kan San?
Tapi lebih enak lagi sekarang San, kalau banjir banyak sumbangan berdatangan terutama sembako cukup melimpah. tidak seperti zaman dulu, jarang ada bantuan. Kalau pun toh ada, sangat sedikit dan sulit untuk didistribusikan karena medan yang tak mudah dilalui. Sekarang sudah berbeda San.
San, masih ingatkah di tahun 93an terjadi banjir besar menimpa desa kita? Ketika penduduk-penduduk desa sama diungsikan ke kampung sebelah. Desa kita hampir tenggelam penuh dengan genangan air besar seperti desa mati yang terisolasi karena aliran listrik juga terputus, masih ingatkah San?
San, Aku baru tahu setelah lebih dari lima belas tahun ayahku bercerita bahwa di saat banjir bandang menghantam desa dan orang-orang sama mengungsi itu ternyata ibuku tak pernah mengungsi San. Ibuku mempertaruhkan nyawa hanya berteman sisa-sisa kekuatan yang ada. Ibu memilih bertahan karena dia masih lemah baru beberapa hari melahirkan adik saya San. Malam yang dingin nan pekat mau gak mau harus tidur di ranjang darurat bersama seorang bayi perempuan belum berumur sebulan serta ayah yang selalu hilir mudik kesana-kemari untuk memenuhi keperluan.
Aku hampir menangis San mendengar cerita itu. Pikiranku mengandai-andai ke hal-hal yang tidak ingin aku bayangkan. Yang aku tahu saat itu aku diikutkan nenek mengungsi bersama kakakku. San kau ingat berapa usia kita saat itu? Enam tahun San.
San, kalau kau pulang nanti jangan lupa mampir ke rumahku. Nanti ku tantang kau adu berenang di sungai Bengawan Solo di depan rumah. Masihkah gelar jagoan renang pantas untuk kau sandang? Ataukah perutmu yang membuncit mulai mengganggu...?
San.
Banjir Menilo
ReplyDeletengungsi-ngungsi
ReplyDeleteSanati masihkah kau berani balap nglangi sama aku??wkwkwk
ReplyDeletesanati?wkwk
ReplyDelete