Cinta di Ujung Harapan
Sudah dua belas tahun lamanya Eva menikah, akan tetapi belum juga ia dikaruniai seorang anak. Ia selalu merindukan kehadiran seorang bayi dalam rumah tangganya. Bahkan ia selalu berangan-angan untuk bisa terbangun di tengah malam karena mendengar tangisan anak.
Namun semua itu masihlah berupa sebuah fatamorgana. Ia pun jengkel ketika ada orang yang bertanya kepadanya
" Hai Eva, sudah lama menikah, tapi kok belum isi juga ya? Padahal si Fatma yang baru kemarin menikah sudah hamil lho..... "
Hanya senyuman kecut nan malas yang tampak mewakili lisannya yang kelu karena tak sanggup menjawabnya.
Setiap ada cibiran seperti itu, ia hanya berusaha menahan amarah. Diam beribu-ribu bahasa. Semuanya ia pasrahkan kepada Allah dzat yang maha mengatur jalannya hidup manusia. Ia berkeyakinan jika saatnya nanti datang, pasti Allah akan mengaruniakan seorang anak kepadanya.
Berbagai ikhtiar sudah ia lakukan, di antaranya dengan mengikuti program hamil di dokter. Tentu tiap malam, tak lupa ia selalu berdoa memohon kepada Allah agar dikabulkan keinginannya untuk segera memiliki anak. Namun kesabaran rupanya masih harus terus diujikan kepadanya sampai dua belas tahun lamanya, ia belum merasakan adanya tanda-tanda kehamilan.
Setiap ia menyadari bahwa umurnya yang semakin hari semakin menua sementara ia mendapati kenyataan bahwa dirinya belum mempunyai anak, maka hal itu malah menjadikannya stres, terguncang dan membuat fisiknya ngedrop. Bahkan sang suami sering dihasut oleh orang-orang yang tidak menyukai pernikahan mereka dengan mengatakan jika istrinya itu mandul, tak akan beranak. Banyak pula yang menyarankan agar ia meninggalkannya dan menikah dengan wanita lain, supaya segera punya keturunan. Tapi untungnya suami selalu sabar. Dia pula lah yang memberikan pengertian kepada keluarga besarnya ketika hasutan itu dihembuskan ke keluarga suami.
Bagi Eva, mungkin Allah belum mempercayainya untuk memiliki anak. Ia harus bersabar sesabar ulat yang ingin menjadi kupu-kupu dengan harus bermetamorfosis melewati beberapa fase. Tak peduli sampai kapanpun dia akan tetap berusaha sabar menanti kehadiran bayinya, sampai tua nanti, sampai kesabaran itu sendiri benar-benar jemu kepadanya. Karena ia tetap yakin suatu hari nanti, masa itu akan datang.
***
" Alya, di mana kamu?"
" Alya? "
" Alya..........? "
Terdengar dari luar rumah tangisan seorang anak memecahkan kesunyian.
" Astagfirullahal adzim.... Alya kamu gak papa nak?"
Eva mengusap-mengusap kepala anaknya. Ia memangku bocah yang baru saja terjatuh dari sepeda.
Tangisan anaknya semakin keras. Rupanya kepala anak yang baru berusia tiga tahun itu telah terbentur paving halaman saat ia jatuh dari sepeda. Tak ada darah yang mengalir di kepalanya, cuma sedikit luka lecet di lengan sebelah kanan.
Eva seperti kehilangan kontrol, ia teriak-teriak tapi tak ada orang yang mau mendekat bahkan menolong. Ia melihat banyak orang berlalu lalang di depan rumahnya silih berganti namun mereka semua seperti tuli tak mendengar teriakannya. Manusia-manusia itu seakan termakan pada dunianya masing-masing. Berjalan gontai bahkan seakan melayang di antara pepohonan.
Jantungnya berdetak tak beraturan. Keringat dingin berkucuran di sekitar tengkuknya. Eva bangun mengangkat sendirian putrinya yang menangis kesakitan.
" hey...tolong!.
Kamu tidak lihat anakku butuh pertolongan?..... " teriak Eva menatap manusia yang mondar-mandir tanpa ekspresi wajah di depan rumah dengan penuh curiga.
Akhirnya, dengan tergopoh-gopoh ia masuk ke dalam rumah. Diraih handphone yang tergeletak di atas meja....
" Mas, Alya terjatuh dari sepeda. Kamu harus segera pulang Mas.....!
Tak ada jawaban di ujung telepon sana.
" Mas........Masss...."
***
" Mas........Masss...."
" Eva, bangun Eva!"
" Mas...... bagaimana anak itu........? "
" Eva, istigfar! Kamu mimpi lagi. "
" Ah.............!"
" iya Mas, mimpi-mimpi itu datang lagi "
" aku sangat menginginkan kehadirannya Mas, sampai-sampai aku sudah ketakutan untuk kehilangannya Mas... "
" sudahlah, jangan terlalu dipikirkan! Yang perlu dilakukan sekarang adalah kita harus memperbanyak do'a. Minta kepada Allah. Sebentar lagi waktu subuh tiba. Yuk kita ambil air wudhu terus kita shalat hajat sambil menanti datangnya adzan subuh.
Fajar menyingsing membuka hari dengan membawa berjuta harapan. Keberuntungan dan kesialan saling berebut tempat mengisi rongga-rongga takdir manusia. Tawa ceria dan tangis nestapa mengiringi jejak kaki semesta penghuni dunia.
Namun semua itu masihlah berupa sebuah fatamorgana. Ia pun jengkel ketika ada orang yang bertanya kepadanya
" Hai Eva, sudah lama menikah, tapi kok belum isi juga ya? Padahal si Fatma yang baru kemarin menikah sudah hamil lho..... "
Hanya senyuman kecut nan malas yang tampak mewakili lisannya yang kelu karena tak sanggup menjawabnya.
Setiap ada cibiran seperti itu, ia hanya berusaha menahan amarah. Diam beribu-ribu bahasa. Semuanya ia pasrahkan kepada Allah dzat yang maha mengatur jalannya hidup manusia. Ia berkeyakinan jika saatnya nanti datang, pasti Allah akan mengaruniakan seorang anak kepadanya.
Berbagai ikhtiar sudah ia lakukan, di antaranya dengan mengikuti program hamil di dokter. Tentu tiap malam, tak lupa ia selalu berdoa memohon kepada Allah agar dikabulkan keinginannya untuk segera memiliki anak. Namun kesabaran rupanya masih harus terus diujikan kepadanya sampai dua belas tahun lamanya, ia belum merasakan adanya tanda-tanda kehamilan.
Setiap ia menyadari bahwa umurnya yang semakin hari semakin menua sementara ia mendapati kenyataan bahwa dirinya belum mempunyai anak, maka hal itu malah menjadikannya stres, terguncang dan membuat fisiknya ngedrop. Bahkan sang suami sering dihasut oleh orang-orang yang tidak menyukai pernikahan mereka dengan mengatakan jika istrinya itu mandul, tak akan beranak. Banyak pula yang menyarankan agar ia meninggalkannya dan menikah dengan wanita lain, supaya segera punya keturunan. Tapi untungnya suami selalu sabar. Dia pula lah yang memberikan pengertian kepada keluarga besarnya ketika hasutan itu dihembuskan ke keluarga suami.
Bagi Eva, mungkin Allah belum mempercayainya untuk memiliki anak. Ia harus bersabar sesabar ulat yang ingin menjadi kupu-kupu dengan harus bermetamorfosis melewati beberapa fase. Tak peduli sampai kapanpun dia akan tetap berusaha sabar menanti kehadiran bayinya, sampai tua nanti, sampai kesabaran itu sendiri benar-benar jemu kepadanya. Karena ia tetap yakin suatu hari nanti, masa itu akan datang.
***
" Alya, di mana kamu?"
" Alya? "
" Alya..........? "
Terdengar dari luar rumah tangisan seorang anak memecahkan kesunyian.
" Astagfirullahal adzim.... Alya kamu gak papa nak?"
Eva mengusap-mengusap kepala anaknya. Ia memangku bocah yang baru saja terjatuh dari sepeda.
Tangisan anaknya semakin keras. Rupanya kepala anak yang baru berusia tiga tahun itu telah terbentur paving halaman saat ia jatuh dari sepeda. Tak ada darah yang mengalir di kepalanya, cuma sedikit luka lecet di lengan sebelah kanan.
Eva seperti kehilangan kontrol, ia teriak-teriak tapi tak ada orang yang mau mendekat bahkan menolong. Ia melihat banyak orang berlalu lalang di depan rumahnya silih berganti namun mereka semua seperti tuli tak mendengar teriakannya. Manusia-manusia itu seakan termakan pada dunianya masing-masing. Berjalan gontai bahkan seakan melayang di antara pepohonan.
Jantungnya berdetak tak beraturan. Keringat dingin berkucuran di sekitar tengkuknya. Eva bangun mengangkat sendirian putrinya yang menangis kesakitan.
" hey...tolong!.
Kamu tidak lihat anakku butuh pertolongan?..... " teriak Eva menatap manusia yang mondar-mandir tanpa ekspresi wajah di depan rumah dengan penuh curiga.
Akhirnya, dengan tergopoh-gopoh ia masuk ke dalam rumah. Diraih handphone yang tergeletak di atas meja....
" Mas, Alya terjatuh dari sepeda. Kamu harus segera pulang Mas.....!
Tak ada jawaban di ujung telepon sana.
" Mas........Masss...."
***
" Mas........Masss...."
" Eva, bangun Eva!"
" Mas...... bagaimana anak itu........? "
" Eva, istigfar! Kamu mimpi lagi. "
" Ah.............!"
" iya Mas, mimpi-mimpi itu datang lagi "
" aku sangat menginginkan kehadirannya Mas, sampai-sampai aku sudah ketakutan untuk kehilangannya Mas... "
" sudahlah, jangan terlalu dipikirkan! Yang perlu dilakukan sekarang adalah kita harus memperbanyak do'a. Minta kepada Allah. Sebentar lagi waktu subuh tiba. Yuk kita ambil air wudhu terus kita shalat hajat sambil menanti datangnya adzan subuh.
Fajar menyingsing membuka hari dengan membawa berjuta harapan. Keberuntungan dan kesialan saling berebut tempat mengisi rongga-rongga takdir manusia. Tawa ceria dan tangis nestapa mengiringi jejak kaki semesta penghuni dunia.

Good job Mr. Luqman...👌👌
ReplyDeleteLanjutkan,,, gaya bahasa dalam cerpen, bikin pembaca wow 😂😊. Bak seorang novelis 😂😊
Wauw.... cerpene sip
ReplyDeletewah............sirahe gedhe iki ....
ReplyDelete